Dari Gerakan Ke Negara

(Ust Anis Matta, terbitan Fitrah Rabbani)
Hijrah merupakan metamorfosis sebuah gerakan menjadi sebuah negara, hasil dari 13 tahun penetrasi sosial yang dilakukan Rasulullah selama di Makkah dalam mempersiapkan perangkat negara: manusia, sistem, tanah, dan jaringan sosial. Sistem adalah Islam, ia given dari Allah SWT. Sedangkan tanah, sifatnya netral, dimanapun ia tidak masalah. Yang perlu dipersiapkan adalah kesiapan manusia sebagai pelaksana dan operator sistem tersebut, dan kemudian jika ia sudah disiapkan, ia harus dihubungkan dalam jaringan yang efektif, dan dalam ikatan yang baru: Islam; aqidah; ukhuwah; keadilan. Jika itu telah berhasil, maka negara adalah sebuah keniscayaan.

"Sebuah cita-cita yang luhur membutuhkan manusia-manusia yang
sama luhurnya dengan cita-cita itu, sebuah cita-cita yang besar membutuhkan manusia-manusia yang sama besarnya dengan cita-cita itu, sebuah sistem yang baik hanya akan memperlihatkan keindahannya jika diterapkan oleh manusia-manusia yang sama baiknya dengan sistem itu." (Anis Matta)
MIMPI NEGARA MADANI
Negara adalah institusi yang diperlukan untuk menerapkan sistem. Bentuk negara boleh berubah – sistem khalifah (super/global state) dinilai sebagai bentuk yang lebih efektif – tapi fungsinya tetap sama: institusi yang mewadahi penerapan syariah Allah. Dalam konsep Islam institusi negara merupakan sebuah sarana dalam menegakkan peradaban. Negara bukan akhir, melainkan awal dari sebuah peradaban. Jika kita ringkas, tahapan pembangunan peradaban adalah sebagai berikut: manusia (sebagai subjek) – negara (sebagai institusi) – peradaban (sebagai karya).

TANTANGAN MEREALISASIKAN KONSEP
Kebanyakan orang belajar secara visual, tapi kita berkomunikasi secara abstrak. Sementara kita menjelaskan keunggulan ideologi dan sistem yang abstrak, masyarakat mengharapkan contoh aplikasi yang sukses dalam kehidupan nyata. Itulah tantangan kita, saat ini belum ada sebuah model, contoh sukses negara yang menerapkan syariat.

Selain itu di masyarakat telah tersebar berbagai mitos tentang syariat, anatara lain: syariat tidak relevan lagi, syariat tidak manusiawi, masyarakat bukan malaikat tanpa dosa, dan mitos politik historis yang menganggap penerapan syariat Islam sebagai ancaman bagi integrasi nasional. Mitos-mitos tersebut tentu saja mudah sekali dipatahkan.

Dan tantangan lainnya adalah fitnah dari musuh-musuh Islam. 13 tahun di Makkah Rasulullah mendapat fitnah-fitnah berikut: syubhat yang disebarkan para intelektual musyrikin Quraisy, tawaran kompromi politik, teror mental dan fisik, maupun embargo ekonomi. Dan kemudian sejarah akan terus berulang, lihatlah misal syubhat konsep Islam tanpa politik: Islam yes partai Islam no. Kemudian tentang FIS di Aljazair yang memenangkan pemilu di tahun 90-an, kini tinggal nama. Sudan, ketika 1987 mengumumkan penerapan syariat, segera embargo ekonomi diterapkan musuh-musuh Islam. Jangan sampai masyarakat yang belum siap mengatakan: "karena Islamlah saya menderita."

MASALAH UMAT
Inti masalah kita saat ini: manusia. Kesempurnaan Islam tertutupi oleh kaum muslimin. Tugas kita adalah merekonstruksi ulang manusia muslim, agar ia menjadi "terjemahan hidup" konsep Islam, karena Islam dapat dengan mudah memenangkan pertarungan di tataran ideologi dan pemikiran, tapi pertarungan yang sesungguhnya justru terletak di tataran realitas kehidupan harian: di jalan, pasar, panggung politik, budaya, dll. 

Langkahnya: 
(1) perbaharui afiliasinya kepada Islam; 
(2) bawa ia ke dalam komunitas muslim yang besar, dimana ia menjadi bagian dari masyarakat dan aktif terlibat membangun masyarakat; dan 
(3) pastikan setiap partisipan memberikan kontribusi optimal untuk Islam.

Selain itu, lihat bagaimana ummat ini mudah sekali untuk diinfiltrasi dan dipecah-belah musuhnya, lihat bagaimana mudahnya ummat ini dari dalam dirinya sendiri. Kenyataan itu bisa kitat lihat di perang teluk, palestina, poso, atau ambon sebagai contohnya. Padahal di sisi lain Uni Soviet bisa kita bangkrutkan dan runtuhkan setelah 14 tahun kaum muslimin internasional secara terorganisir berjihad melawan mereka. Langkah mengkonsolidasikan ummat adalah dengan proyek persaudaraan sebagaimana muhajirin-anshar dipersaudarakan. Ikatan iman telah mengkonsolidasikan mereka.
SOLUSI: SIAPKAN DULU LANDASANNYA, RUBAH CARA PANDANG TERHADAP DAKWAH
"Peradaban selalu bermula dari gagasan. Peradaban besar selalu lahir dari gagasan-gagasan besar. Dan gagasan-gagasan besar selalu lahir dari akal-akal raksasa." (Anis Matta)
Kerangka logika dalam penerapan syariat adalah: 
(1) bahwa Islam adalah sistem kehidupan yang integral dan komprehensif, sehingga layak menjadi referensi utama bernegara; 
(2) berkah sistem Islam harus dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat jika ia ingin diterapkan di seluruh aspek bernegara; 
(3) untuk dapat diterapkan ia perlu kekuatan legalitas dan eksekusi; dan 
(4) untuk memiliki kekuatan legalitas dan eksekusi perlu kekuasaan yang besar dan berwibawa, diakui secara de facto maupun de jure. 

Urutan tersebut dapat diringkas: meraih kekuasaan – memiliki kompetensi eksekusi – bekerja dengan keabsahan konstitusi.

Kita perlu memenuhi syarat-syarat kesiapan menuju penerapan syariat Islam yang paripurna, tolak ukurnya adalah: 
(1) adanya komitmen dan kekuatan aqidah pada sebagian besar kaum muslim; 
(2) supermasi pemikiran Islam di tengah masyarakat; 
(3) sebaran kultural yang luas dimana Islam menjadi faktor pembentuk opini publik; 
(4) keterampilan akademis untuk dapat mentransformasikan konsep Islam ke dalam format konstitusi dan undang-undang; 
(5) kompetensi eksekusi yang kuat, visioner, dan berkemampuan teknis mengelola negara; 
(6) kemandirian material untuk survive; 
(7) kapasitas pertahanan yang tangguh; 
(8) koneksi internasional sebagai antisipasi embargo/invasi; dan 
(9) adanya tuntutan politik yang secara resmi meminta penerapan syariat di tingkat konstitusi.

Dan dalam rangka memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, sudah waktunya bagi kita untuk merubah cara pandang kita terhadap dakwah, dimana saat ini pusat perhatian pikiran kita masih belum bergeser dari tema besar generasi pertama dan kedua para pemikir dakwah: pembangunan ideologi dan pembangunan kerangka pemikiran pergerakan. Padahal seharusnya saat ini kita sudah harus memikirkan tentang bagaimana menciptakan sumber daya untuk merealisasikan konsep-konsep generasi terdahulu tersebut.


0 Response to "Dari Gerakan Ke Negara"

Posting Komentar