Serial Pembelajaran (1) : Mempertahankan Motivasi

Serial Pembelajaran (1) : Mempertahankan Motivasi

"Aduh kok males ya.. ", sambil ditutupkannya kembali buku tebal yang dipegangnya.
"Hmm.. gimana ya supaya semangat belajar.., besok ujian nih", sebuah pikiran terlintas di benaknya.
Entah kenapa, ada pikiran lain yang terlintas. Bisikan nakal yang mengajaknya untuk melakukan kegemarannya, maen game.
"Ya siapa tahu abis maen jadi tambah semangat", bisikan itu dia kabulkan.

Sudah satu jam berlalu. Dadang begitu serius mengetuk tombol-tombol keyboard laptopnya.
"Aduh, udah jam 21. Engg... entar ah belajarnya, satu jam lagi. Tanggung nih, lagi asyik gamenya. Bentar lagi lawan bos besar. Kalau bos kalah, mulai belajar deeeh", gumamnya dalam hati.
Malam itu adalah malam persiapan UAS sebenarnya. Tapi dia yakin bisa melewatinya. Dia merasa cukup mengerti materi kuliahnya.


Lima puluh menit berlalu, ternyata dia berhasil mengalahkan bos besar dalam game ini.
"Horee! Sudah berhari-hari aku mencoba mengalahkannya. Akhirnya kesampaian juga".
"Hmm..10 menit lagi pukul 22. Hehe masih ada 10 menit. Nyoba lagi ngalahin si bos ah..", pikirnya.

Dua puluh menit berlalu, ternyata kali ini si bos besar kembali susah dikalahkan. Dadang terus berada dalam kepenasarannya. Tak terasa jam dinding sudah menunjukan pukul 24. Ternyata Dadang tidak berhasil mengalahkan si bos besar. Tapi kali ini dia benar-benar berhenti. Karena dia tahu, besok pagi UTS menanti. Tapi, semangat yang dia harap tidak jua datang. Akhirnya dia memutuskan untuk tidur dan bangun besok pagi2 sekali.

Pukul 3.30, alarm HPnya berbunyi keras sekali. Membuat matanya sedikit demi sedikit terbuka. Dilihatnya jam dinding yang berdetak. Ia kemudian bangkit dari tidurnya. Dia beranjak menuju meja belajar. Dibukanya buku yang sejak malam menanti. Materi pendahuluan dibacanya.

Dahinya mengerut, dia gigit bibirnya. Entah kenapa, materi yang sudah dia kuasai itu dia tidak mengerti. Soal pertama yang paling mudah sekalipun dia tidak bisa mengerjakannya. Kedua tangan memegang kepala yang tertunduk lesu. Jika soal pertama saja dia tidak bisa, apalgi soal berikutnya. Padahal ujian tinggal 5 jam lagi. Kekhawatiran mulai menyelimuti dirinya. Dia berdiri, mundar mandir ke sana kemari. Dadang stress, dia panik.

Dia terduduk di pinggir kasurnya yang tak beranjang, dalam kamar kos yang berukuran 2x3. Dia menundukkan kepala ke karpet biru tak jauh beda dengan karpet-karpet mushola di jurusannya. Pikirannya hanyut dalam perenungan. Dia sadar apa yang dia lakukan kemarin malam adalah kesalahan. Tapi dia tidak ingin gagal di mata kuliah ini. Terlalu besar taruhannya, status mahasiswa di kampus tercinta.

“Sahabat-sahabat, kalau punya kesulitan mintalah pertolongan pada Yang Maha Menolong”, sebuah ingatan muncul pada perenungannya. Ya, dia ingat kata-kata itu. Itu adalah kata-kata Kang Dani saat mentoring 2 minggu lalu. Dadang pergi ke kamar mandi, mengambil wudhu melaksanakan shalat malam. “Semoga saja, ya semoga”, bisiknya dalam hati.

Dua rokaat, ya… cuma dua rokaat. Tapi dua rokaat terpanjang yang pernah Dadang lakukan. Dia hanyut dalam kepasrahan, lebur dalam kerendahan diri dihadapanNya, baur dalam bait-bait indah firman Sang Khalik. Pagi itu dingin sebetulnya, seperti layaknya kota-kota dingin di Indonesia. Tapi raut wajahnya memerah, tubuhnya bergetar, bulir bening air mata membasahi sajadah yang terurai. Dadang tenggelam dalam kekhusyuan.

“Ya Allah, ampuni hambaMu yang lalai ini. Ampuni ya Allah.
Hamba takut hukumanMu ya Allah
Hamba mohon pertolonganMu ya Allah, Tolonglah hamba yang lemah ini.
Selamatkanlah diri hamba. Selamatkanlah ya Allah…
Jauhkanlah diri hamba dari takdir buruk itu
Jadikanlah hamba bisa meneruskan kuliah di kampus ini dan memenuhi harapan orang tua hamba di desa”

Tak terasa adzan shubuh berkumandang. Dadang bangkit dari munajatnya. Kali ini dia ingin shalat shubuh di masjid sebelah.

Sekembalinya dari masjid, Dadang kembali pada bukunya. Dia tatap buku tersebut lekat-lekat. Kemudian dia pejamkannya matanya. “Allahu akbar! Allah lebih Besar dari engkau wahai makhluk Allah!”, teriaknya dalam hati. Kemudian dia buka dan dia cari lawan yang tadi mengalahkannya. Dadang kembali bertarung dengan soal pertama. Pertarungan ini yang paling menentukan. Pertarungan “hidup-mati” seorang mahasiswa yang berada di ujung tanduk kelulusan.

“Oh gitu, alhamdulillah. Bisa euy!…”, disusul kedua kepal tangan yang mengacung ke atas. Seolah mendapatkan suntikan semangat kembali. Dadang kembali mencari lawan-lawan yang siap dia kalahkan.

Tiga jam telah berlalu, Dadang tahu dia harus segera berangkat. Sesampainya di ruang ujian, dibukanya kertas soal ujian. Seketika, pertempuranpun kembali berkecamuk. Kali ini serangan lawan luar biasa. Lawan kali ini lebih cerdas. Tidak mudah mengalahkannya. Strategi yang tadi dipelajari harus dimodifikasi supaya serangan bisa dipatahkan.

Beberapa benteng pertahanan berhasil dia hancurkan. Tapi benteng-benteng yang lain masih menjulang tinggi tak tersentuh. Tapi waktu sudah habis. Pengawas ujian sudah mengetuk meja tanda perang harus diakhiri. Dadang mengumpulkan catatan-catatan kemenangannya. Semangatnya masih membara. Dia belum puas bertempur. Apa daya waktu jua yang menghentikannya.

Waktu berlalu. Para tenaga pengajar telah memeriksa jawaban-jawaban mahasiswa. Saatnya kini tiba. Judgement day!, hari pengadilan. Dimana para pejuang akan ditentukan statusnya oleh huruf-huruf sadis yang berdiri pongah.

Setibanya di kampus, dia liat para pejuang sedang berkerumun di papan pengumuman. Kemudian mereka berpencar satu persatu. Ada yang berteriak kegirangan dan meloncat-loncat. Tapi lebih banyak yang tertunduk lesu. Dia tahu, mata kuliah ini tidak sulit dipelajari, tapi Pak dosen cukup idealis dalam menilai murid-muridnya. Lalu, giliran Dadang pun tiba.

Satu demi satu ditelisiknya nama yang tercantum. A.. B.. C.. D..Dadang Ramdani, nama indah hadiah dari kedua orang tuanya. Matanya kemudian melirik ke sebelah kanan.
D. Ya D. Dia lulus. Tapi D.
“Alhamdulillah”, setengah hati dia mengatakan itu pada Agus sahabatnya.
Karena dia tahu, dia seharusnya bisa lebih baik dari itu.

bersambung..

AF

0 Response to "Serial Pembelajaran (1) : Mempertahankan Motivasi"

Posting Komentar