Bertawazun dengan Waktu

 Bertawazun dengan Waktu


Nurhadi Sukma Waluyo
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk:1-2)

      Ikhwah fillah, taujih rabbaniyyah diatas barangkali sudah sering kita dengarkan—dan mungkin juga telah kita hafalkan. Sehingga tulisan ini bertujuan untuk mengulang kembali (bagi yang telah memahaminya) dan juga memberikan suatu ’ilmu baru pada antum semua. Sebagaimana dengan judul tulisan, melalui ayat ke-2 surat Al-Mulk, Allah menegaskan bahwasanya kehidupan kita pada akhirnya akan berjumpa dengan kematian. Dan Allah menjadikan keduanya untuk suatu tujuan: MENGUJI; siapa diantara kita yang lebih baik amalnya. Maka jelaslah bahwa kita semua sebagai seorang da’i akan senantiasa berhadapan dengan ujian-ujian kehidupan (semoga tergolong kepada ujian dakwah), yang secara fitrahnya menjadikan jalan dakwah adalah jalan yang berat, terjal, berliku, penuh onak dan duri.

Ujian yang Allah berikan tentulah akan senantiasa disesuaikan dengan kemampuan seorang hamba-Nya. Hal inilah yang harus selalu kita yakini, sehingga rasa optimis akan senantiasa menghiasi perjalanan dakwah kita. Selain itu, Allah pun telah me-warning-kan kita dengan kalimat ’menjadikan mati dan hidup’ agar kita senantiasa menyadari bahwa maut senantiasa mengintai kita. Which means: Jadikan setiap waktu kita adalah ibadah, jadikan setiap waktu kita adalah dakwah! Dengan paradigma seperti ini, maka kegiatan mentoring kita, kuliah kita, aktivitas kita, muamalah kita, dan semua waktu dalam hidup kita akan berada pada bingkai dakwah—bingkai kemanfaatan.


Namun realitas yang terjadi di lapangan seringkali tidak seindah teori diatas. Seorang ikhwah harus ’mengorbankan’ kuliahnya untuk mengisi salah satu pos dakwah. Atau ikhwah penuh dengan aktivitas organisasi namun prestasi akademisnya kurang baik, dan ketidak-tawazunan lainnya. Semua ini bermuara pada satu kata kunci (’afwan dua): MANAJEMEN WAKTU. Hal yang (juga) sebenarnya sudah tidak aneh lagi, karena penulis yakin di halaqah-halaqah yang antum datangi, dauroh-dauroh yang antum ikuti, bahkan apabila antum telat menghadiri taujih-taujih pekanan; antum akan diberikan ’pesan sponsor’ berupa tulisan ’ANTUM TERLAMBAT’—beserta dengan iqob yang harus dikerjakan. Jadi apa yang akan disampaikan disini hanyalah tips-tips sederhana tentang bagaimana mengatur waktu antum. Seperti halnya obat, tips ini akan memberikan efek yang berbeda pada setiap orang. Semuanya kembali pada KESERIUSAN dan juga KOMITMEN pribadi kita masing-masing.

Karena kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari waktu—menurut penulis, adalah HARI, maka tips yang akan diberikan adalah tips manajemen harian. Berikut adalah 5 Langkah manajemen harian:

1)Aturlah tugas-tugas antum

   Cobalah untuk menuliskan semua amanah (dakwah, kuliah, bisnis, mentoring,dlsb) pada sebuah kertas, dan coba diklasifikasikan. Ketidakjelasan pekerjaan dan juga kemalasan kita untuk menuliskannya seringkali membuat kita ’cape teu puguh’ (lelah tidak karuan—bahasa Sunda). Sepertinya kita sedang memikirkan dunia dan seisinya, padahal bisa jadi ternyata kita hanya sedang memikirkan diri kita pribadi!Dan, seperti yang akh Faisal telah sampaikan pada taujih 18 Februari silam, bahwa ADK min. memiliki 3 amanah! (tentunya selain hal-hal yang bersifat pribadi). Maka, tulislah!!

2)Perkirakan lamanya tugas antum

Boleh jadi kita memiliki lebih dari 3 amanah, banyak faktor yang menyebabkan hal ini. Tetapi cobalah untuk diestimasi berapa waktu yang kita butuhkan (per hari) untuk menyelesaikan amanah tersebut. Bisa jadi kita memiliki banyak amanah, namun waktu yang kita butuhkan ternyata setara dengan 3 amanah. Dan boleh jadi terjadi hal yang sebaliknya. Perkirakanlah waktunya, sehingga kita masih memiliki waktu untuk mutarabbi kita, keluarga kita, dan tentunya diri kita sendiri.

3)Sediakan waktu penyangga untuk hal-hal yang tidak bisa diketahui sebelumnya (60-40)

Memang benar, waktu yang kita miliki dalam satu hari adalah 24 jam. Akan tetapi banyak kegiatan yang seringkali tidak kita masukkan. Contohnya adalah waktu perjalanan (angkot ngetem, mengisi bensin dahulu, jalanan macet, dll). Seringkali kita secara ’saklek’ memberikan waktu 3 jam untuk amanah A, 2 jam untuk amanah B, 4 jam untuk amanah C, dst. Padahal dari amanah A ke B saja, kita mungkin membutuhkan ’buffer time’ untuk peralihan tempatnya. Maka yang dimaksudkan 60-40 adalah kita mengalokasikan 60% dari 24 jam yang kita miliki untuk aktivitas kita. Sedangkan yang 40% adalah untuk buffer time-nya tadi. Persentase ini tentunya dari waktu produktif yang antum miliki

4)Tentukan prioritas-prioritas, pengurangan-pengurangan, dan pendelegasian tugas

Hal ini nampaknya sudah cukup jelas. Adalah sunnatullah antum membuat suatu prioritas-prioritas terhadap aktivitas antum. Kecuali jika antum memang dapat menempatkan semuanya pada prioritas utama—dan memenuhi kesemuanya. Jika memang tidak bisa (dan biasanya seperti ini), maka silahkan membuat prioritas—sebagai acuan antum dapat membaca buku fiqih prioritas Yusuf Qordhowi. Pengurangan-pengurangan dan pendelegasian tugas juga harus antum persiapkan, karena antum tentunya tidak kerja sendiri! Kita disini beramal jama’i ikhwah fillah. Komunikasikan dengan baik kepada saudara antum, mengapa antum harus meminta pertolongannya—usahakan tidak mendadak ya! insyaallah antum malah memberikan ladang amal bagi saudara antum kan?

5)Tinjau kembali: selesaikan tugas-tugas yang terlewat!

Barangkali inilah yang seringkali terlewatkan oleh kebanyakan ikhwah. Setelah amanah selesai kita tunaikan, seringkali euforia nafas kebebasan begitu kental mendatangi diri kita. Padahal secara kauniyah saja, dalam melaksanakan suatu kegiatan ada yang namanya POACE alias Planning—Organizing—Actuating—Controlling—Evaluating. Evaluating ini yang seringkali tidak tuntas, seadanya, dan secukupnya. Kalau kita mau jujur, dari sekian banyak taujih-taujih/dauroh-dauroh atau kegiatan lainnya, mengapa pelaksanaannya belum ada yang ’well prepared?’ artinya kita masih melihat panitia sibuk di beberapa saat sebelum acara dimulai, atau tiba-tiba ada panitia ’dadakan’ atau infocus yang tidak berfungsi, dan serangkaian persiapan yang kurang baik. Salah satunya adalah karena kita melewatkan suatu tugas yang tidak ditinjau kembali yaitu: membuat Standard Operation Procedure (SOP)!! (bahkan ada yang tidak tahu SOP itu apa!—afwan kalau ada yang tersinggung). Semoga kedepannya kita bisa bersama-sama membuatnya agar ketika ana—atau antum—atau siapapun ikhwah kita yang akan membuat kegiatan sejenis dapat mempersiapkan dan menyelenggarakan kegiatan dengan lebih baik.

0 Response to "Bertawazun dengan Waktu"

Posting Komentar