eramuslim - Kaki ini meniti lemah anak tangga diantara gelap Masjid-Mu. Malam ini sudah masuk 10 malam terakhir ramadhan, malam ke 22 dari untaian malam berkah. Hati berseru takbir dengan kepalan jari-jari lemas terurai lagi. Allah ijinkanlah aku menjumpaimu pada malam-malam terakhir ini, setelah sekian malam aku hanya bergulat dengan dunia. Seharian dikejar amanah kegiatan bukan hal yang lumrah bagiku. Malam ini saatnya aku bercumbu penuh khusyu dengan-Nya dengan tubuh ini diselimuti gigil ngilu.
Tilawahku tertinggal waktu. Malu pada jam yang tetap istiqomah berputar, tapi amalanku tak pernah mau untuk istiqomah berjalan. Tarawih dan Qiyamullail semau gue-ku, apakah Engkau terima ? Hanya Engkau yang Maha Menentukan hasil dari semua usaha, aku tak sanggup mendengarkan hasil perhitungan-Mu saat ini. Amalanku yang dijejali riya semoga Engkau ampuni. Berapa kali shadaqahku ? ah, lagilagi malu pada kotak shadaqah, pada tangan kanan dan kiri yang selalu saling melihat ketika kurogoh sisa uang saku.
Ramadhan kali ini menyisakan sayatan pilu diruhaniku. Aku tak mampu menghisab diri dari kebaikan dan keburukan, dari amalan dan dosa, apalagi dari ikhlas dan riya. Bukan terlalu banyak, tapi terlalu kecil dan tak terindera. Semuanya aku kembalikan pada-Mu. 22 hari kulewati tanpa makna secuilpun yang tergores di kalbu. Bukan ini mauku. Bukan ini tujuanku. Tapi inilah yang sudah kudapat sampai saat ini. Sebuah keterlambatan.
Allah, terangkanlah padaku tentang makna keterlambatan. Semuanya sudah berjalan jauh tapi aku masih berlari kecil di tempat. Lelah ini kulahap sendiri. Ingin rasanya berlari sekencang mungkin untuk menyusul mereka yang telah jauh. Ternyata terlambat bukan berarti tidak samasekali. Masih ada waktu. Masih ada jalan. Manfaatkanlah arti dari kesempatan.
Sekarang ijinkanlah hamba-Mu ini memulai lagi. Merangkai malam-malam sunyi menjadi parade dzikir untuk-Mu. Mencuci diri dari noda, yang entah dari mana harus kumulai membersihkannya. Merangkak menggapai uluran maghfirah-Mu. Ramadhan masih tersisa beberapa hari lagi. Dan masih ada Lailatul Qadar yang setia menunggu jelmaan manusia-manusia yang Dia ridloi. Aku sangat menyadari betapa tidak pantasnya diri ini menerima anugerahmu itu. Tapi, apakah salah jika manusia dungu ini menginginkan syurga-Mu.
Ijinkanlah aku menapaki keterlambatan dengan beribu semangat juang. Agar aku bisa sampai kehadirat-Mu seperti juga mereka yang telah sampai mendahuluiku. Ijinkanlah aku mendapatkan anugerah Lailatul Qadar-Mu, mungkin untuk yang pertama kali, dan mungkin sekali-kalinya dalam hidup ini. Karena aku tidak tahu apakah tahun depan bisa berjumpa Ramadhan lagi, dan berjuang bersama mendapatkan anugerah-Mu itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Terlambat Bukan Berarti Tidak Sama sekali"
Posting Komentar