Coba bayangkan suasana kampus di hari jumat.
Dimana seluruh mahasiswa putra muslim menggunakan baju koko bersih dan rapih
untuk bersiap melaksanakan sholat jumat di tengah hari. Kemudian mahasiswa
putri muslim seluruhnya menggunakan hijab. Ketika mahasiswa putra
berbondong-bondong bergegas menuju masjid, mahasiswa putri pun bergegas
menyebar menuju majelis-majelis ilmu yang damai. Ada yang memenuhi teras
pendopo agung dari ujung kanan depan gedung direktorat hingga ujung kirinya
depan gedung P2T dengan lingkaran-lingkaran kecil, banyak pula yang memenuhi
ruangan yang sudah ditentukan LDK untuk diadakan keputrian, dan sebagian
lainnya mengisi waktu dengan bertilawah, berdiskusi tentang ilmu keagamaan dan
ada juga yang berdiam diri di kelas untuk mengulang pelajaran.
Ternyata tidak hanya hari jumat, kawan. Pada
pukul 7 setiap paginya di ruang-ruang yang berisi mahasiswa, tilawah yang
dilakukan bersama-sama terdengar mendengung di udara. Di taman-taman kampus,
kantin MKU, kantin LH, Pujasera, dimanapun itu sudah tidak asing lagi dijumpai
mahasiswa yang tengah terpaku menatap mushaf untuk bertafakkur atau terdengar
menggumam kecil membacanya. Ada yang menyendiri di woodball atau sudut sudut
kampus, bahkan ada juga yang sambil mengantri di depan mesin ATM atau di bank
demi menambah atau sekedar memfasihkan hafalan Qurannya. Di student center juga
sudah akrab dengan alunan-alunan nasyid bahkan murottal tiap menjelang waktu
shalat wajib datang. Wajah-wajah yang senantiasa berseri dan menebar salam
sudah menjadi budaya.
Indah sekali, bukan?
Ketika manusia dihadapkan dengan lingkungan
penuh ketaatan dan kedamaian seperti itu, sebenarnya fitrah tidak akan menolak.
Bahkan jika ia telah jatuh ke dalam banyak maksiat atau belum mengucap syahadat
sekalipun. Karena jauh di masa lampau sebelum ruh kita dihembuskan ke dalam
rahim ibu, Allah telah memastikan kita bersumpah kepada-Nya.
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Benar (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi" (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini,"
Q. S. Al-A'raf : 172
Hanya saja, setan juga telah bersumpah untuk
selalu menggoda manusia mengikuti jalannya hingga hari akhir tiba.
"Sungguh akan kuhalangi mereka dari
jalan-Mu yang lurus. Akan kudatangi mereka dari arah depan dan belakang, dari
sebelah kanan dan kiri mereka!" (QS 7:16-17). Maksudnya, menurut Ibnu
Abbas ra, Iblis bertekad untuk menyesatkan orang dengan menebar keraguan,
membuat orang ragu dan lupa pada akhirat, alergi dan anti terhadap kebaikan dan
kebenaran, gandrung dan tergila-gila pada dunia, hobi dan cuek berbuat dosa,
ragu dan bingung soal agama (Lihat: Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim,
cetakan Beirut, al-Maktabah al-Asriyyah, 1995, vol. 2, hlm. 190)
Lalu darimana kita memulai langkah untuk mewujudkan kampus yang
madani seperti itu?
Mari kita kembali ke memori jauh sebelum
kita mampu membaca dan memahami tulisan. Bagaimana proses yang kita lalui untuk
dapat mengejahuruf per huruf? Apa saja yang kita lakukan untuk mampu memahami
rangkaian kata per kata yang membentuk suatu kalimat? Tentu tidak begitu saja
kita dapat melakukannya, bukan? Apakah kita belajar mengenal huruf A disebut
'a', B disebut 'be' dan seterusnya sendiri saja? Tidak. Kita butuh seseorang
yang sedikit banyak tahu dan mau berbagi dengan kita. Dan dalam konteks madani
ini, yang kita semua butuhkan adalah pembelajaran dalam pemahaman keislaman.
Mentoring keagamaan lah solusi terbaik minimal yang harus kita semua ikuti
walaupun sudah tidak ada lagi mata kuliah PAI. Karena pemahaman keislaman
adalah pembelajaran yang harus terus dijaga dan ditingkatkan di level manapun
kita.
Dalam mencari ilmu, kita bagaikan buta dan begitu haus mencari
cahaya.
Dunia mahasiswa memang merupakan dunia yang
penuh dengan idealisme. Setiap kita memiliki obsesi akan sesuatu yang seringnya
memang tak mengimbanginya dengan mengukur realita yang ada. Namun, perjuangan
dalam mewujudkan kampus yang madani bukanlah obsesi buta semacam itu selama
kita masih melakukannya dengan niatan karena Allah SWT. Juga selama kita
mematuhi rambu-rambu yang menghindarkan kita dari maksiat dan kemudharatan yang
dapat mematahkan usaha kita. Karena kita hanya dapat menang karena ketaatan
kita. Kita mungkin memang bukan siapa-siapa dalam jalan mulia nan panjang ini.
Namun dengan ketaatan yang kita lakukan secara bersama-sama secara istiqomah,
diiringi kemauan kita untuk terus merubah diri dan lingkungan kita menjadi
lebih baik, maka kampus yang madani pun akan terwujud. Insyaa Allah.
Wallahua'lam.
Oleh : Azzah Muzayannah
(Staf Dept. Humas LDK Assalam Gen-X)
0 Response to "It's Our Dream, "Kampus Madani""
Posting Komentar